Minggu, 17 April 2011

Peliharan Sapi dan Bebek

Dari: Mikrajuddin

Saya sering nonton TV acara Si Bolang bersama anak-anak.
Saya ceritakan pada mereka, seperti itulah masa kanak-kanak bapaknya dulu.
"Nakal", tetapi "nakalnya" anak-anak. Nakal yang penuh keceriaan.
Buabaran sekolah kadang langsung cebur ke sungai bersama teman-teman, atau ke gunung cari buah-buahan.
Kadang menyusuri sungai-sungai yang masih jernih airnya untuk mancing mujair, udang, kepiting, dan ikan sungai lainnya (tidak tau bahasa Indonesianya. Kalau bahasa Bima namanya: karisa, kamboo, duna, kaiha, sanggilo, hehehe...).

Pulang sekolah juga cari rumput untuk makanan sapi. Dulu waktu SMP memelihara sapi hingga bisa untuk biaya haji orang tua.
Menjelang sore memberi makan bebek. Biasanya campuran daun talas dan dedak padi yang dimasak. Adalah puluhan bebek yang dipelihara di kandang. Tiap pagi tinggal ambil telurnya untuk makan pagi sekeluarga. Satu orang satu butir telur. Saat dulu, telur termasuk makan mewah.

Menjelang panen, tidur di saung di sawah untuk menjaga padi.
Anak-anak saya merasa aneh, kok bapak kaya gitu masa kecilnya. Saya katakan pada mereka, itu semua adalah pengalaman yang sangat indah.

Tidak ada yang namanya bimbel, les, game, dan segala macam lainnya. Kalau ingin mainan, dibuat sendiri. Sekolah begitu menyenangkan, tanpa beban. Dan kadang tidak terpikir setelah besar mau jadi apa. Belum tau apa yang dinamakan cita-cita. Yang dilakukan adalah: pagi ke sekolah, siang pulang, sore kerja mengurus makanan sapi, bebek, dan kadang ambil kayu bakar di gunung dekat rumah.

Dan Alhamdulillah, sekarang "bisa jadi orang" juga.

Dan untuk anak-anak sekarang yang sibuk dengan bimbel, kursus, komputer, simpoa, dan lain-lain, mungkin setelah besar "tidak menjadi orang" tetapi menjadi "super orang" atau "superman" kali ya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar